Monday, February 18, 2008

FOTO KEGIATAN


Di Griyo kulo





Bertemu dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla

TANGGAPAN-TANGGAPAN

Warga-Indonesia-di-Qatar@yahoogroups.com

"Arief Amiharyanto" ariefami@yahoo.com
Tue, 27 Nov 2007 21:48:37 -0800 (PST)


Re: [WIQ] Pasal 33 perlu di rubah?

"Assalamualaikum Wr. Wb.

Menurut saya bukan pasal 33 nya yg harus dirobah, tapi cara berpikir pemimpin2 kita sekarang yg sudah ngga sejalan dengan pemimpin2 kemerdekaan.
Visi dan misi Bung Karno jelas untuk membangun Indonesia tanpa terikat dengan kebijakan atau aturan bangsa lain, makanya beliau menolak waktu Persh. Mobil Ford menawarkan untuk membuat jalan tol sepanjang Sabang sampai Merauke dengan syarat Indonesia hanya mengimport mobil Ford selama 25 thn.

Kesalahan fatalnya terjadi adalah saat "Coup" oleh Suharto dengan backing CIA. Suharto yang pinter strategi perang dan spionase ternyata ngga pinter ekonomi. Jadilah ekonomi kita "terjual" ke US dan dikontrol oleh yg disebut sebagai "Mafia Berkeley". Videonya bisa lihat di Youtube judulnya New Rulers of the World - John Pilger

Dan sampai sekarang kita sepertinya udah ngga bisa lepas lagi dari sistem ekonomi Kapitalis Barat. Karena ekonom2 kita semua lulusan Amerika. Termasuk penulis artikel di bawah ini. Pola pikir kita tentang ekonomi akhirnya hanya 1 yaitu Kapitalis yang hanya mengejar keuntungan finansial dimana semua diukur dengan uang. Padahal saat ini Cina justru bisa menunjukkan kekuatan ekonomi sosialisnya yang lebih terfokus pada kesejahteraan rakyat yang "sama rata sama rasa". Kalau pasal 33 itu dirobah maka Kapitalisme akan semakin subur, orang yang mampu bisnis semakin kaya yang ngga mampu ya jadi pengemis. Dan yang parahnya negara kita semakin terjajah secara ekonomi.

Apakah itu yang kita mau ?

Wass,
Arief


"Agus Miardi" AMiardi@qatargas.com.qa
Wed, 28 Nov 2007 11:21:27 +0300


Setelah era perang dingin, economy dunia cenderung kekapitalis hampir ngak ada Negara yang bertahan dengan system lain. Jadi kasarnya mengikuti tren amirika dan sekutunya. Dimana posisi Indonesia tentu sangat tergantung pada kekuatan tawar menawar.

Ada prinsip take and give. Melihat ekonomi Indonesia sekarang dengan kacamata sukarno atau orba jelas salah.

Jadi mafia Berkeley ngak perlu di perdebatkan lagi.orang nya bisa siapa aja ngak harus tamatan amrik Tiori kemakmuran juga banyak, ngak harus tergantung pada platform ekonominya, salah satu yang cukup terkenal adalah jaringan distribusi. Kalau saya juga kesini. Simplenya hasil panen akan laku dengan harga yang wajar mengiguti harga pasar. Untuk memajukan ekonomi saya sangat pada tiori nenek moyang.

“Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”

Tambah satu lagi, kalau ada nenanam tentu akan ada buah. Kayaknya ngan jauh jauh dari pesan alquran kita akan memetik hasih dari apa yang kita tanam.


"Ade Sanjaya Aliyasa" adesan70@hotmail.com
Wed, 28 Nov 2007 11:56:36 +0300


Kayanya minta amandement UUD lagi .......Pak M Usman ini. Amandement UUD era reformasi yang memakan biaya dan pengorbanan yang banyak belum tuntas dan belum dilaksanakan amanatnya walaupun sudah lebih dari sepuluh taun sampai sekarang baru tahapan sosialisasi belum kepelaksanaan. Sekarang orang ekonomi minta amandemant UUD pasal yang lainnya??? ........Kalau setiap pakar mengajukan amandement terhadap UUD maka bisa dibayangkan semua para ahli dan pakar akan bekutat di PRUUD, lalu di RUUD ....lalu pengesahan Lalu amandement UUD ...... lalu program memasyarakatkan UUD baru and so and so .....ujung ujungnya ngabisin uang negara aja buat rapat , sidang , sosialisasi and so and so ........Eh tak lupa pula karena UUD baru harus dikenalkan juga ama seluruh dunia .... jadilah sosialisasi sambil tamsya keliling dunia ...........Ehmm emang amandement UUD adalah bisnis menarik ....??? Besok aku akan buka juga UUD45 mana tau ada pasal yang bisa diamandement oleh kuli pabrik macamku ini .......mau ikut berbisnis amandement juga ah ?

Ade Sanjaya Aliyasa
Qapco.co.ltd

Po.box 50155- Ummsaid Qatar
Phone : +974 4642335Mobile ; +974 5865068

Kesalahan Sistem Perekonomian Kita Harus Segera Dikoreksi


Selama kita tidak mau merubah pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD 1945), selama itu pula kita semakin terpuruk bahkan bisa-bisa menjadi Negara yang gagal …..

Pendahuluan

Pernahkah kita bertanya apa ada yang salah dengan sistem perekonomian Indonesia?
Kenapa setelah merdeka lebih dari 60 tahun, tapi relatif tidak ada jalan baru yang dibangun?
Ambilah contoh Yogyakarta – Solo. Jalan rayanya adalah jalan yang dibangun penjajah Belanda dulu, yang kita pelebar sedikit dan kita tingkatkan kualitasnya.

Demikian pula jalan-jalan antara kota lain di Indonesia, relatif tidak ada jalan baru sama sekali.Pertanyaannya yang lebih mendasar adalah, kenapa nasib rakyat Indonesia, kelihatannya mereka lebih kaya pada zaman penjajahan kolonial Belanda ketimbang zaman merdeka sekarang?

Dahulu kakek saya di tahun 1910 mendapat berita bahwa orang Malaya (sekarang Malaysia) menjadi kaya karena berkebun karet. Kakek saya yang tinggal di dusun Mersam yang jaraknya 110 km dari kota Jambi memutuskan naik sampan ke kota Jambi.
Itu memerlukan waktu 2 hari 2 malam. Dari Jambi sang kakek naik perahu layar ke Singapura dan membeli biji-biji karet.

Pulang ke Mersam, sang kakek menjadi pionir dan membuka kebun karet dengan sistem gotong royong yang bahasa melayu Jambi disebut pelarian. Kakek berhasil membuka kebun karet seluas 200 hektar. Pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu tidak melarang membuka kebun karet, tetapi juga tidak memberi bimbingan bagaimana berkebun karet yang baik.

Teknologi kakek dalam berkebun, yaitu babat alas (hutan), dibakar, tanam padi sekaligus tanam karet sekenanya saja. Dengan menanam padi sebagai pelindung bagi karet, yaitu terhadap hama monyet. Ketika padi di ladang itu sudah dipanen, pohon karet sudah cukup besar jadi tidak lagi diganggu monyet. Maka jadilah kebun karet rakyat yang pada kenyataannya adalah hutan karet.

Anehnya, pemerintah kolonial Belanda malah memberi subsidi kepada para pekebun karet rakyat ini. Setiap hektar diberi 10 kupon, dan setiap kupon berarti menerima subsidi setiap bulan. Menurut kakek, Belanda itu bengak (super bodoh), karena yang punya kebun karet adalah orang-orang pribumi (inlender) kok malah diberi uang? Padahal Belanda itu tidak bengak, karena dengan memberi uang kecil kepada pekebun karet rakyat, lalu kebun karetnya tidak dideres, jadi tidak berproduksi.

Hal ini tidak mengganggu produksi karet dan kebun modern di Sumatera Utara. Karena uang kupon itu banyak sekali, maka para pekebun karet di Pontianak, Riau, Jambi dan Palembang, pada pergi ke Mekkah dan bermukim di situ bertahun-tahun. Maka tidak heranlah pada waktu itu banyak ulama-ulama besar di Masjidil Haram, Mekkah adalah orang-orang Indonesia.

Lebih aneh lagi ketika Indonesia merdeka, semestinya generasi ayah saya diberi tanah oleh Negara, namun oleh para penyelenggara Negara, yaitu para birokrat, diberikan kepada para pengusaha, teman atau kawan-kawan mereka. Apalagi yang menentukan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan adalah birokrat yang ada di Jakarta, dan bukan berdasarkan peta pertanahan yang terakhir.

Seringkali terjadi HGU diberikan sampai ke belakang dapur dan rumah-rumah orang dusun.Akibatnya mereka tidak kebagian tanah untuk berkebun, ditambah lagi tanah yang semestinya tersedia untuk mereka berkebun, dengan mengatas namakan Negara oleh para birokrat itu dirampas dan diberikan kepada pengusaha konco mereka di Jakarta.

Nyanyian yang sudah puluhan tahun dinyanyikan yaitu Trickle Down Effect (efek kemakmuran yang mengucur ke bawah), ternyata cuma sebatas bibir saja. Nyatanya rakyat menjadi miskin dari hari ke hari. Kenapa? Karena kesalahan menerapkan sistem perekonomian yang tidak masuk akal.Inilah akar kesalahannya.

Ketika Bung Karno dan teman-teman berkeinginan membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan, itu adalah keputusan yang luar biasa berani dan menentukan. Bayangkan saja Bung Karno dan teman-teman kebanyakan sudah berpendidikan tinggi, arsitek, ekonom, ahli hukum, dan sebagainya, berani-beraninya berjuang untuk Indonesia merdeka.

Jangankan merdeka kata-kata Indonesia saja di tahun 1920 an itu, baru ditemukan pada waktu itu. Kapan merdeka? Tidak ada jawaban yang pasti.Kalaupun merdeka, apa pasti menjadi presiden, wakil presiden, menteri, atau apa saja jabatan yang bergengsi ? Padahal didepan mata sudah ada suatu kehidupan yang pasti sebagai arsitek, ekonom, lawyer dan sebagainya.

Bung Karno dan teman-teman berani menafikan kenikmatan yang sudah dapat diraih, tetapi lebih memutuskan berjuang untuk memerdekakan rakyat dan bangsa Indonesia.Beliau itu rela mengorbankan masa depan yang sudah pasti, untuk suatu perjuangan memerdekakan rakyat dan bangsa Indonesia yang tidak jelas kapan hal itu dapat diraih? Mereka ditangkap dan dipenjarakan. Mereka baru betul-betul menikmati kemerdekaan pada tahun1949, setelah Konferensi Meja Bundar, di Den Hag, dan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia.

Itu adalah keputusan yang luar biasa dari para negarawan-negarawan itu.Akan tetapi Bung Karno karena sangat anti dengan penjajahan di muka bumi, yaitu anti kepada para kolonialis dan imperalis, yang kebanyakkan mereka itu adalah orang-orang yang memiliki kapital. Bung Karno dan teman-teman pada waktu itu sepakat membuat perumusan, bahwa kapitalis sama dengan kolonialis, sama dengan imperalis, dan semuanya adalah iblis, dan harus kita linggis!Akibatnya Bung Karno dan teman-teman mencari sistem ekonomi yang tidak kapitalis (a kapitalis) dan juga anti imperalis dan kolonialis. Maka disepakati hal itu dirumuskan dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satu ayat berbunyi bahwa azas kekeluargaan, dan bangun usaha yang cocok dengan itu ialah koperasi.

Sekarang mari kita bahas akar daripada kesalahan ini. Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang berdasarkan pengalaman sistem ekonomi pasar yang terbuka. Didalam sistem ini berlaku hukum-hukum pasar dan prinsip-prinsip ekonomi pada umumnya. Alokasi sumber daya ekonomi dilakukan oleh pasar dan bukan oleh pengusaha (birokrat). Demikian juga dengan distribusi produk, ditentukan juga oleh pasar.

Sekarang mau dipraktekkan sistem ekonomi berdasarkan prinsip kekeluargaan.Apa iya bisa begitu? Coba Anda bayangkan kalau Anda harus sepanjang umur membantu saudara Anda? Pasti ada titik jenuhnya, dan Anda akan berkata kepada saudara tadi, “Sana usaha sendiri dong, masak disuapin melulu”. Atau kalau tetangga Anda selalu minta kepada Anda dan tidak pernah memberi, Anda juga memiliki titik jenuh. Para ekonom selalu berkata, “tidak ada makan perai seseorang harus membayarnya (there is no such a free lunch and some body has to pay).

Jadi sangat absurdlah, kalau kita mau menerapkan perekonomian berdasarkan azas kekeluargaan. Tidak masuk akal, dan kalau dijalankan terjadilah distorsi-distorsi dari alokasi sumber daya ekonomi, serta distribusi dari produk (output). Kalau dikatakan bahwa bangun usaha yang pantas ialah koperasi? koperasi ini mencontoh praktek Raffaisen di Jerman pada waktu itu, dimana setiap anggota memiliki suara yang sama.
Itu bisa dipraktekkan di Jerman, karena para anggotanya sama kayanya.

Ketika hal ini dicoba diterapkan di Indonesia yang lebih banyak orang miskinnya, maka apakah Anda mau bersuara sama tetapi Anda sudah membayar iuran Rp. 10 juta, sementara teman Anda cuma Rp 10.000.-? Tentu Anda tidak akan mau bukan? Maka jadilah gerakkan koperasi ini selama 60 tahun lebih, hanya sebagai pemanis bibir saja dan tidak pernah ada yang berhasil dengan baik.

Pertanyaannya, apakah kita mau berketerusan melaksanakan hal yang tidak masuk akal ini?Kesalahan berikutnya karena Bung Karno itu anti kapitalis dan kolonialis, maka oleh Bung Karno dan teman-teman dirumuskan juga kedalam pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa “Bumi, air dan segala sesuatunya dibawahnya dukuasai oleh Negara, untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya”.

Meskipun dikuasai tidaklah berarti memiliki, tetapi didalam prakteknya tejadilah menyimpangan seperti yang telah diuraikan pada bagian muka dari tulisan ini. Apabila di bawah tanah dimiliki oleh rakyat, dan sudah ada Sertifikat Hak Milik (SHM), kemudian diketemukan, minyak, bumi dan gas atau bahan-bahan mineral atau air dan sebagainya, maka bahan itu dikuasai / dimiliki oleh Negara.

Dan yang empunya tanah yang sudah ber SHM diminta pergi dan diberi uang kompensasi senilai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dari tanah itu dari kantor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Disebut juga uang ganti rugi.

Rakyat menjadi lebih tidak mengerti, apabila akhirnya minyak bumi itu dikelola oleh perusahaan penambang minyak asing?

Kesimpulan

Selama kita tidak mau merubah pasal 33 Udang-Undang Dasar (UUD) 1945, menjadi pasal yang membumi kepada rakyat, yaitu membuat setiap rakyat memiliki hak, kewajiban, kesempatan, dan perlakuan yang sama untuk: pelatihan, pendidikan, bekerja, berusaha, berinvestasi dan bela Negara, juga tanah diberikan kepada rakyat, serta hak milik pribadi diakui dan dilindungi oleh Negara, dan juga sistem perekonomian bermaksud untuk mengayakan rakyat, maka selama itu pula kita semakin terpuruk dan bahkan bisa-bisa menjadi Negara yang gagal (failure satate).

Apalagi setelah tahun 2020 dimana globalisasi total atau era kesejagadan sudah berlaku, Indonesia bisa-bisa warga negaranya secara ekonomi terjajah ditanah airnya sendiri. Tentu tidak ada yang ingin keadaan sedih ini menjadi kenyataan bukan?

Kesalahan sistem perekonomian kita harus segera dikoreksi.

Untuk itu ditahun 2009 kita harus memilih partai dan pimpinan Negara yang mau melakukan perubahan sistem perekonomian, sehingga hasil akhirnya mensejahterahkan rakyat Indonesia.

Semogalah hal ini menjadi kenyataan.

Sunday, February 17, 2008

Buku-Buku Karya Marzuki Usman

Kegemarannya menulis telah banyak menghasilkan buku-buku dan paper-paper yang berjumlah lebih dari 400 buah, di bidang Pasar Modal, Perbankan, Investasi, Ekonomi, Politik, sosial, Sumber Daya Manusia (SDM), dan Lingkungan Hidup, yaitu diantaranya:

Penawaran Umum, tahun 1991.
Perusahaan Public, tahun 1991.
A few Outlines on Financial Sector Deregulation in South East Asian Countries with Indonesia case, tahun 1993.

Dampak dan Prospek Go Publik Berbagai BUMN Bagi Perkembangan Pasar Modal dan Masa Depan Perekonomian, tahun 1996.
Investasi Perusahaan Dana Pensiun di Pasar Modal, tahun 1996.
Pasar Modal dan Pengembangan Dunia Usaha, tahun 1997.
Peluang dan Tantangan Perbankan dalam menghadapi Pertumbuhan Perusahaan Reksadana tahun 1997.

Catatan Kecil Mengenai People Republic of China (PRC) Yang Maju Sangat Pesat hanya Dalam Satu Dekade, Dalian, 18 November 1999.
Catatan Kecil Untuk Memperbaiki Ekonomi Indonesia, Bandar Tumasek, Medio November 1999.

Yayasan Asli Lokal Unik Indonesia (ALUI), Jakarta, 10 Januari 2000.
Proyek Melestarikan Hutan Melalui Adopted Trees Policy (Kebijakan Adopsi Hutan Tropis), 13 April 2000.

Beberapa Usulan Kebijakan Ekonomi Bagi Pemerintahan Gus Dur 1999 – 2004, C.O.U.S, 14 April 2000.

Kebersihan Kota dan ALUI, Jakarta, Medio Mei 2000.
Pengusaha Haruslah Peduli Kepada Lingkungan Sekitarnya, Jakarta, 26 Mei 2000.
Ekowisata Dan Wisata Budaya Suatu Potensi Besar Untuk Kemakmuran Rakyat , Jakarta, Juli 2000.

Beberapa Catatan Kecil Tentang Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta, Akhir Januari 2001.

Ekowisata Dan Otonomi Daerah , Jakarta, 20 Februari 2001.
Pasar Bebas Dunia Usaha Dan Pemerataan Ekonomi Catatan Kecil Untuk Generasi Penerus , Jakarta, 22 Februari 2001.

Sistem Ekonomi Kerakyatan , Jakarta 18 September 2001.
Peranan Sumber Daya Manusia Bagi Industri Asuransi Mengarungi Era Globalisasi, Jakarta, 28 Januari 2002.

Don’t Cry Indonesia And Indonesia Is Not For Sale, Jakarta, 22 April 2002.
Intervensi Amerika Di Indonesia, Mekah, 9 November 2002.

Trade Relations Between China And Indonesia From 2002 to Beyond 2020, Jakarta 2002.
A Vision of Indonesia’s Political Future by 2020, Jakarta, Desember 2002.

Tuntulah Ilmu Walau Ke Negeri China Sekalipun, Jakarta, 3 Desember 2002.

Negara Kaya Rakyat Miskin, Negaranya Bubar. Rakyat Kaya, Negara Kaya Insya Allah Negaranya Sampai Akhir Zaman, Jakarta, 3 Desember 2002.

Usul Peduli Orang Miskin Melalui Gerakan Bang Zuki Peduli, Jakarta, 7 Mei 2003.
Insya Allah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Akan Keluar Sebagai Pemenang Pemilu 2004 Dengan Tujuh Puluh Persen (70%), Cisarua, 14 Mei 2003.

Kemandirian Ekonomi Untuk Menegakkan Kedaulatan Bangsa, Makasar, 27 Juni 2003.
HIJRAH (Change), Jakarta 2003.

Narik Nafasnya, Indonesia, Mimpinya Indonesia, dan Ngigaunya Indonesia, Jakarta, 5 Agustus 2003.

Agenda Bangsa Indonesia 2004 – 2009 “HIJRAH”, Irkutsk, Siberia, 10 September 2003.
Agenda Pemenangan Pemilu Legislatif 70% PKB – DKI Jakarta Oktober 2003 s/d April 2004, Changchun – China Utara, 12 September 2003.

“ Bekerja Tidak Niat ”, Jakarta, 8 Oktober 2003.

Marzuki Usman Bungarampai Dialog Pariwisata Seni Dan Budaya Jakarta 1999.
Marzuki Usman Indonesia-nya Marzuki Usman Seri Kebangkitan, November 2003.
Marzuki Usman Indonesia-Nya Marzuki Usman – Seri Agenda Bangsa Indonesia 2004 – 2009 “ Hijrah “, Desember 2003.

Marzuki Usman Pokok-Pokok Pikiran Marzuki Usman – Bagaimana Membuat Rakyat Indonesia Kaya dan Cerdas, April 2004.

Marzuki Usman Indonesia-Nya Marzuki Usman – Seri Kwalitas Sumber Daya Manusia , September 2004.

Mazuki Usman Jambi Menerobos Dunia, Oktober 2004.
Marzuki Usman Demasifikasi Pemerintahan Perspektif Marzuki Usman, November 2004.
Marzuki Usman, ”Ongkos Kebijakan Publik Yang Bengak”, Batam, 4 Maret 2005.
Marzuki Usman, ”Masih Hinggar Bingar BBM”, Jakarta, 14 Maret 2005.
Marzuki Usman, ”BUMN, Apa Memang Masih Diperlukan”, Jakarta, 26 Maret 2005.
Marzuki Usman, ”Kwalifikasi Proffesional dan Globalisasi”, Jakarta 4 April 2005.
Marzuki Usman, ”Dampak Positif dari Pemekaran Wilayah”, Jakarta, 11 April 2005
Marzuki Usman, ”Badan Promosi Penanaman Modal”, Jakarta, 18 April 2005.
Marzuki Usman, ”Negeri Semua Serba Satu Rupiah”, Jakarta, 2 Mei 2005.
Marzuki Usman, ”Bintuas dan Tabuyung, Dua Desa di Kabupaten Madina (Sumut) Diambang Kepupusan”, Jakarta, 25 April 2005.

Marzuki Usman, ”Lain Di Republik Rakyat China (RRC), Lain Pula Di Republik Indonesia (RI)”, Chongqing, RRC, 21 April 2005.

Marzuki Usman, “Sebelum Terlambat”, Pulau Umang, Ujung Kulon, 8 Mei 2005.
Marzuki Usman, ”Penyakit Empat Es”, Jakarta 8 Mei 2005.
Marzuki Usman, ”Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan”, Jakarta, 6 Juni 2005.
Marzuki Usman, ”Bangsa Yang Lugas Lawang Bangsa Yang Gamang”, Jakarta, 13 Juni 2005.
Marzuki Usman, ”Voting”, Jakarta, 20 Juni 2005.
Marzuki Usman, ”Presiden republik Atau Presiden Rakyat, EGP (Emangnya Gue Pikirin)?”, Bengkulu, 20 Juni 2005.

Marzuki Usman, ”A Lady In Action”, Jakarta, 27 Juni 2005.
Marzuki Usman, ”Swastanisasi Pendidikan, Kenapa Ribut Amat Sih?”, Jakarta, Medio Juni 2005.

Marzuki Usman, “Peraturan/Perundangan Yang Dholim, Ah Masak?”, Bandara Soekarno Hatta, 24 Juni 2005.
Marzuki Usman, ”Indonesia Potensi Masih Jelita”, Kuala Lumpur, 4 Juli 2005.
Marzuki Usman, “Pariwisata Kupu-kupu”, Pulau Umang, 4 Juli 2005.
Marzuki Usman, ”Optimalisasi Individu Lawan Optimalisasi Bangsa”, Jakarta, 11 Juli 2005.
Marzuki Usman, ”Pengusaha-Pengusaha Itu Bodoh, Barangkali Ya?”, Jakarta, 13 Juli 2005.
Marzuki Usman, ”Tip Untuk Presiden Direktur”, Bidakara, 19 Juli 2005.
Marzuki Usman, ”Generasi Yang Mesake, Apa Ya Ada”, Jakarta, 18 Juli 2005.
Marzuki Usman, ”Indonesia Terlalu Banyak Peraturan-Peraturan, Peduli Amat!”, Jakarta, 18 Juli 2005.

Marzuki Usman, ”Rencana Sambil Jalan Aja, Kok Ya Bisa?”, Jakarta, 25 Juli 2005.
Marzuki Usman, ”Jembatan Indonesia Untuk Pengkayaan Rakyat Indonesia (Bribges To Entrich People”, Jakarta, 29 Juli 2005.
Mazurka Busman, “Bangsa Yang Kurang Pandai Berterima KAsih, Masak Begitu?”, Jakarta, 4 Agustus 2005.

Marzuki Usman, ”Ramalan Lawan Bacaan”, Jakarta, 4 Agustus 2005.
Marzuki Usman, ”Bongso Sing Mencle, Kok Yo Iso?”, Jakarta, 4 Agustus 2005.
Marzuki Usman, ”Pasar Gelap, BBM”, Jakarta, 5 Agustus 2005.
Marzuki Usman, ”Liberal Tidak Sama Dengan Merdeka Sekali, Kok Begitu”, Detroit, 7 Agustus 2005.

Marzuki Usman, ”Keuangan Pribadi (personal Finance) Apa Memang Diperlukan”, Detroid, Agustus 2005.

Marzuki Usman, ”Visa Ke Amerika Serikat, Syusyah Ya?”, Detroit, Medio Agustus 2005.
Marzuki Usman, ”Bebas Memilih, Tidak Berarti Semau Gue!”, Detroit, Memasuki Awal Musim Gugur 2005.

Marzuki Usman, ”Otak Ya, Tapi Teman Baik Perlu! Apa Harus Percaya?”, Detroit, Akhir Musim Panas 2005.

Marzuki Usman, ”Chindia (China dan India) Dua Konsumen Minyak Terbesar Dunia”, Jakarta, 22 Agustus 2005.

Marzuki Usman, ”Potensi Tekanin!”, Jakarta, 22 Agustus 2005.

Marzuki Usman, ”Rekoleksi Keterlibatan Seorang Birokrat Dalam Penentuan Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia Periode 1969- 1998”, Jakarta, 12 September 2005.

Marzuki Usman, ”Mark Up Balloning - Pengelembungan”, Jakarta, 23 September 2005.
Marzuki Usman, ”Kenapa Bangsa Indonesia Selama Enam Dekade Belum Keluar Dari Kemelut Kemiskinan dan Kebodohan?”, Jakarta, 28 September 2005.

Marzuki Usman, ”Patriotisme Nasionalisme Ala RRC”, Jakarta 5 Oktober 2005.
Marzuki Usman, ”Pemerintah Daerah, Apa memang Perlu Memiliki Bank Pembangunan Atau Bank Daerah”, Jakarta, 11 Oktober 2005.

Marzuki Usman, ”Beban Ekonomi Dari Suatu Bom”, Jakarta, 20 Oktober 2005.
Marzuki Usman, ”Pengangguran Semakin Menggunung, Kenapa Takut?”, Jakarta, 21 Oktober 2005.

Marzuki Usman, ”Andaikata Semua Komoditi Bakso!”, Jakarta, 27 Oktober 2005.
Marzuki Usman, ”Solar Naik Angkutan Darat Bergiming Ya?”, Jakarta, 11 November 2005.
Marzuki Usman, ”Pemekaran Wilayah Lintas Wilayah”, Jakarta, 18 November 2005.
Marzuki Usman, ”Indonesia Pemasok Madu Nomor Wahid Di Dunia, Mimpi Kali?”, Jakarta, 18 November 2005.

Marzuki Usman, ”Sekedar Catatan Kecil Untuk Ekonomi Syariah”, New Delhi, 23 November 2005.

Marzuki Usman, ”India, Sudah Menggelobal Sebelum 2020, New Delhi, 24 November 2005.
Marzuki Usman, “Kebijakan Pemekaran Wilayah Yang Menguntungkan Pulau Jawa?”, Jakarta, 12 Desember 2005.

Marzuki Usman, ”Bawang Lata dan Boejoeng Tenoek 35 Tahun Kemudian”, Jakarta, 20 Desember 2005.

Marzuki Usman, ”Tabanan, Bali”, Jakarta, 28 Desember 2005.
Marzuki Usman, Kutai Kartanegara, Kabupaten Ramah Lingkungan (Frendly Environmental District)”, Jakarta, 28 Desember 2005.

Marzuki Usman, ”Peranan Golongan Menengah (Midlle Class) Bagi Pembangunan Ekonomi”, Jakarta, 12 Januari 2005.

Profile Marzuki Usman


Nama: Marzuki Usman

Lahir: Mersang, Jambi, 30 Desember 1943

Anak : Lima Orang

Orangtua:Nama ayah H. Usman Abul, nama ibu Cholijah

Saudara kandung:Anak keempat dari sembilan bersaudara

Pendidikan: - SD, SMP, dan SMA di Jambi - Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Organisasi:Mantan Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)

Marzuki Usman lahir di Mersam, Jambi pada tanggal 30 Desember 1943. Ia memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi jurusan Keuangan dan Perbankan, Universitas Gajah Mada pada tahun 1969. Gelar Master of Arts in Economics, diperolehnya dari Duke University, Durham, North Carolina, USA pada tahun 1975.

Karir-nya di bidang pemerintahan dimulai sebagai Staf Direktorat Jenderal Keuangan, Departemen Keuangan pada tahun 1969. Ia terus berkarya di Direktorat Jenderal Moneter, Departemen Keuangan dari tahun 1977 hingga tahun 1988, dan sempat menjabat sebagai Direktur Investasi dan Kekayaan Negara, kemudian Direktur Lembaga Keuangan, dan Akuntansi.

Pada tahun 1988 Ia dipercayakan sebagai Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal hingga tahun 1991. Setelah itu, Ia menjabat sebagai Kepala Badan Pendidikan, dan Latihan Keuangan, Departemen Keuangan tahun 1991 sampai dengan tahun 1995. Ia juga dipercayakan menjabat sebagai Kepala Badan Analisa Keuangan, dan Moneter, Departemen Keuangan dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1998.

Selain itu Ia pun menjadi Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia cabang Jakarta, pada tahun 1988 sampai tahun 1993.
Kemudian Ia menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2000.

Pada tahun 1993 Ia menjabat sebagai Ketua Delegasi Indonesia di WTO untuk sektor jasa-jasa, di Genewa, Switzerland.
Ia menjabat sebagai Sekretaris Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada tahun 1998.

Kemudian dimasa pemerintahan Presiden Habibie Ia menjabat sebagai Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya R.I pada tahun 1998 - 1999, dan pada tahun1999 Ia diangkat pula sebagai Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM. Disamping itu Ia pernah juga menjabat sebagai Menteri Perhubungan ad interim, dan pernah pula sebagai Menteri Kehakiman ad interim.

Dimasa pemerintahan Presiden KH. Abdurrahman Wahid Ia menjabat sebagai Menteri Kehutanan R.I, dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus tahun 2001. Ia pernah menjabat sebagai Ketua DPW PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) DKI Jakarta, Januari 2002 sampai dengan April 2005.

Ia menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris pada Bank Bumi Daya, dari tahun 1981 sampai tahun 1987. Komisaris juga di Bank Dagang Negara dari tahun 1988 sampai tahun 1998. Ia menjabat juga sebagai Komisaris Perum Astek dari tahun 1989 sampai tahun 1992.

Ia mulai bergabung dengan BDNI sebagai Dewan Komisaris sejak tahun 1983 hingga tahun 1989. Ketua V Indonesia Forum dijabatnya sejak tahun 1991 hingga tahun 2000.
Selain itu Ia juga bertindak selaku Penasehat pada ABN – AMRO Bank, dan juga sebagai anggota International Member of Advisory Board dari Nasdaq di New York tahun 1994.

Sejak tahun 1996 Ia menjabat sebagai Penasehat Senior PT. Bursa Efek Jakartal, seumur hidup. Dari tahun 1999 sampai tahun 2000 sebagai Penasehat Senior Ernst & Young, Singapore.
Dari bulan Maret 2002 – Februari 2003 Ia bergabung dengan PT. Grant Thornton Indonesia. Sejak bulan Maret 2003, PT. Moores Rowland Indonesia mengangkat Ia sebagai penasehat Senior Advisor sampai dengan sekarang. Sebagai Komisaris Utama PT. Bank Ganesha, pada bulan Juni 2004 hingga saat ini. Pada tahun 2004 ia mulai bergabung dengan PT. Sari Husada, Tbk sebagai Komisaris Independen dan pada bulan Desember 2005 menjabat sebagai Ketua Tim Audit sampai hingga saat ini.

Pada bulan Juli 2004 hingga hingga tahun 2006, Asuransi Rama mengangkat ia sebagai Senior Advisor, dan disusul juga dengan Pemerintah Kabupaten Tabanan, Bali pada bulan September 2004 hingga saat ini. Sekarang Ia juga menjabat sebagai Penasehat Senior PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Ketua Dewan Pembina Indonesian Senior Executives Association (ISEA), Ketua Economic Association of Indaonesia & India (ECAII), Anggota Dewan Penasehat Duke Islamic Studies Center (DISC), Wakil Ketua Dewan Pembina Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan Penbankan Indonesia (STEKPI), Wakil Ketua Dewan Pembina Institute Pendidikan Manajemen Indonesia (IPMI).

Ia sempat menggeluti bidang pendidikan sebagai dosen di berbagai universitas diantaranya Universitas Gajah Mada, dan Universitas Indonesia. Disamping itu Ia juga mengajar pada Program Perencanaan Nasional, Sekolah Tinggi Ekonomi, dan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia. Ia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Nasional pada Institut Bankir Indonesia, Anggota Dewan Penyantun IPMI, dan Anggota Dewan Pembina Program Magister Manajemen Universitas Gajah Mada.

Dibidang organisasi masa (ormas), dan organisasi politik (orpol), kariernya adalah sebagai berikut:

Ditahun 1960-1963 sebagai anggota Remaja Muhammadiyah di Jambi.
Tahun 1963-1966 sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Yogyakarta. Tahun 1967-1969 sebagai anggota Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Yogyakarta.
Tahun 1969-1998, anggota Korp Pegawai Negeri Republik Indonesia (Korpri).
Tahun 1976-1998, anggota Golongan karya (Golkar).
Tahun 1998-1999 sebagai anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.
Tahun 1999 – sekarang, anggota Majelis Ekonomi Pimpinan Pusat Muhamadiyah. Tahun 1997 menjadi anggota MPR-RI mewakili Utusan Golongan. Tahun 1999 menjadi Ketua Fraksi Utusan Golongan MPR RI sampai tahun 2001.
Tahun 2005 sebagai Ketua Dewan Pertimbangan DPP Organda sampai dengan hingga saat ini. Tahun 2006 beliau ditunjuk sebagai penasehat pimpinan dan anggota The Duke Islamic Studies Center.

Beberapa penghargaan dari Presiden Republik Indonesia yang telah ia peroleh adalah Satya Lancana Karya Satya – 20 Tahun ditahun 1996, Bintang Jasa Utama ditahun 1997, dan Bintang Mahaputera Adipradana ditahun 1999.